JAKARTA, investor.id – Saham-saham emiten lapis dua yang belakangan mendapat sorotan dan sebagian dijadikan kambing hitam atas kerugian PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri, banyak yang memiliki fundamental bagus. Saham kelas menengah non-LQ45 tersebut masih murah sehingga sangat potensial mendulang gain hingga akhir tahun ini.
Selain itu, emiten-emiten kelompok lapis dua ini memiliki pendapatan dan profitabilitas yang baik, cukup ekspansif di samping melakukan berbagai inovasi transformasi,serta didukung manajemen yang solid.
Analis PT Binaartha Sekuritas M Nafan Aji mengungkapkan, ada beberapa saham kelompok lapis dua yang bisa dilirik oleh investor pada tahun ini. Hal ini berdasarkan perspektif teknikal dan aspek fundamental yang mendukungnya.
Nafan menyebut beberapa saham, di antaranya adalah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Menurut Nafan, hal yang memengaruhi pergerakan saham Garuda Indonesia adalah stabilnya permintaan domestik terhadap tiket pesawat, meskipun tarif tiket pesawat meningkat.
“Saham GIAA direkomendasikan buy dengan target harga Rp 725,” kata dia kepada Investor Daily, Senin (13/1).
Pada penutupan perdagangan Senin, 13 Januari 2020, saham Garuda Indonesia ditutup di level Rp 472. Sehingga, dengan target harga Rp 725 pada akhir tahun, harga saham Garuda Indonesia meningkat 53,6%.
Sementara saham lainnya adalah PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Nafan merekomendasikan buy untuk saham Delta Dunia Makmur dengan target harga Rp 376. Pada penutupan perdagangan Senin, 13 Januari 2020, harga saham Delta Dunia Makmur ditutup di harga Rp 288. Dengan target harga Rp 376, harga saham Delta Dunia Makmur bisa meningkat 30,5%.
“Meningkatnya permintaan terhadap batu bara seiring dengan membaiknya hubungan perdagangan antara AS dengan Tiongkok menjadi faktor penguat harga saham Delta Dunia Makmur,” kata dia.
Selanjutnya, saham yang direkomendasikan Nafan adalah PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dengan target harga Rp 1.100. Harga saham tersebut meningkat 9,45% dari harga pada penutupan perdagangan Senin, 13 Januari 2020 yang berada di angka Rp 1.005.
Nafan menilai, strategi Ramayana dalam meningkatkan kinerja sangat mendukung pergerakan saham perusahaan ritel tersebut. “Ramayana Lestari fokus pada transformasi toko, ekspansi marjin, maupun pengembangan e-wallet,” ujar dia.
Beberapa saham pilihan lapis dua yang direkomendasikan sejumlah analis bisa dilihat pada tabel.
Masih Murah
Di sisi lain, Analis PT Philip Sekuritas Anugerah Zamzami merekomendasikan saham anak usaha PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), yakni PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON). Dari sisi fundamental, Zamzami menilai, Wika Beton merupakan penghasil utama untuk kontrak baru Wika.
Selain itu, Wika Beton juga terus melakukan inovasi untuk menggenjot kinerja. Hal ini dilakukan melalui pembangunan rumah dengan instant precast.
Dari sisi harga saham juga relatif murah. Zamzami mengungkapkan, price to earning ratio Wika Beton berada satu standar deviasi di bawah rata-rata. Oleh karena itu, Zamzami merekomendasikan saham Wika Beton dengan target harga Rp 700 pada akhir tahun. Harga saham tersebut meningkat 54,18% dari harga pada penutupan Senin, 13 Januari 2020 yang berada di angka Rp 454.
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan juga merekomendasikan saham WTON lantaran memiliki fundamental yang bagus di antara kompetitornya. Menurut Alfred, fundamental tersebut tercermin pada laba bersih Wika Beton yang naik 8,4% hingga kuartal III-2019, dibanding periode sama tahun lalu. Saham WTON ditargetkan pada level Rp 670 per saham akhir tahun ini, dengan price earning ration (PER) 2020 sebesar 10 kali.
Alfred menilai, rencana Wika Beton untuk menyasar proyek-proyek konstruksi di luar holding induknya juga berpeluang mendongkrak kinerja perseroan selama tahun ini. Meskipun, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) turut berperan dalam kinerja anak usahanya tersebut, salah satunya dalam mengantongi proyek di luar negeri.
“Pertumbuhan laba Wika sebagai induk hingga kuartal III-2019 lumayan tinggi. Komposisi kontrak dari holding kepada Wika Beton mulai berkurang, ini menandakan mereka mendapatkan kontrak di luar induk,” jelas dia.
Kemudian, saham yang menarik lainnya adalah PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA). Zamzami menargetkan harga saham untuk Tunas Baru Lampung adalah Rp 1.100. Harga saham ini meningkat 13,98% dari harga pada penutupan perdagangan Senin, 13 Januari 2020 yang mencapai Rp 965.
“Saham Tunas Baru Lampung akan terdorong oleh program B30 dan juga rencana perseroan untuk melakukan ekspansi pabrik guna menambah kapasitas produksi biodiesel,” terang dia. Selanjutnya adalah saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang ditargetkan bisa mencapai harga Rp 1.200. Harga saham ini meningkat 13,2% dari harga di penutupan perdagangan yang berada di level Rp 1.060.
Adapun faktor penggerak saham Ciputra adalah salah satu emiten terbaik di industri properti. Alfred Nainggolan mengatakan, jika ekonomi pada 2020 berjalan sesuai target pemerintah yang diharapkan tumbuh 5,1%-5,2%, maka saham-saham lapis dua di sektor konsumsi dan ritel seperti PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) bisa menjadi pilihan. Saham RALS ditargetkan Rp 1.390 pada akhir 2020.
“Kita lihat di kuartal IV 2019, tren konsumsi rumah tangga masih mengalami kenaikan. Ini turut mendorong kinerja emiten ritel ,” jelas dia kepada Investor Daily, Senin (13/1).
Pendatang Baru
Adapun Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan, sentimen positif dari penguatan komoditas emas membuat saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menjadi rekomendasi. Pihaknya menargetkan saham tersebut di level Rp 1.700 pada akhir 2020. Komoditas emas menonjol lantaran menjadi safe haven utama di tengah risiko resesi di Amerika Serikat.
Selain itu, Pemerintah Tiongkok juga terlihat menambah cadangan emasnya dan malah mengurangi kepemilikannya pada investasi US Treasury bertenor 10 tahun.
Suria turut merekomendasikan saham emiten pendatang baru seperti PT Uni-Charm Indonesia Tbk (UCID). Pihaknya belum menentukan target dari saham tersebut. Namun, karena Uni-Charm bergerak di sektor konsumsi, dan tergolong salah satu market leader di industrinya, maka saham perseroan akan terpengaruh sentiment positif tersebut.
“Kami menilai fundamental Uni-Charm cukup bagus. Pendapatan mereka, misalnya pada penjualan popok bayi akan tergantung dari pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya. Jadi saham mereka bagus untuk jangka panjang,” terang dia. Sedangkan Head of Research MNC Sekuritas MNC Sekuritas Edwin Sebayang merekomendasikan saham PT Ultrajaya Milk Industr y Tbk (ULTJ) sebagai saham lapis dua yang dapat dipertimbangkan.
“Secara fundamental baik. Hingga kuartal III 2019 pendapatan perseroan dapat bertumbuh 13,56% dibanding tahun 2018,” ujarnya.
Edwin menambahkan, investor juga dapat mencermati HOKI dengan target harga Rp 1.040 pada akhir tahun, DIVA dengan target harga Rp 5.875, dan LSIP dengan target harga Rp 1.660. “Secara fundamental saham-saham tersebut memiliki fundamental yang baik,” ujarnya.
Market Maker
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga melihat saham-saham lapis kedua banyak yang memiliki fundamental bagus. Banyak kelompok saham ini yang sangat likuid dan menjadi penggerak pasar (market maker). Dalam konteks itu, BEI sebelumnya menargetkan peraturan terkait market maker bisa diterbitkan pada semester II-2020. Kebijakan ini salah satunya bertujuan untuk meningkatkan likuditas saham emiten kelas menengah atau lapis kedua dan ketiga.
Direktur Perdagangan dan Anggota BEI Laksono Widodo mengatakan, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdiskusi secara serius dalam menggodok aturan market maker sejak akhir 2019. Prosesnya diprediksi masih membutuhkan waktu lantaran perlu ada revisi dalam Peraturan Nomor II-A Tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.
“Market maker menjadi inisiatif baru untuk meningkatkan likuiditas di pasar modal, misalnya pada saham-saham perusahaan skala menengah,” jelas Laksono di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, aturan ini memungkinkan saham emiten kelas menengah lebih menarik bagi investor, karena emiten tersebut sebenarnya memiliki fundamental kinerja yang bagus tapi selama ini sahamnya selalu bergerak stagnan.
Dalam skema perdagangannya, nanti akan ada anggota bursa atau sekuritas terpilih yang bertindak sebagai market maker. Namun, BEI tetap menentukan kriteria saham-saham yang bisa masuk dalam daftar perdagangan market maker. Pada tahap awal, Laksono memperkirakan ada sekitar 20 hingga 40 perusahaan yang masuk dalam daftar tersebut.
“BEI akan mempublikasikan dan sosialisasikan kriterianya. Hal ini akan dilakukan secara transparan. Praktik seperti ini sudah ada di berbagai negara, jadi kami pikir tidak sulit mencari referensinya,” jelas dia.
Seperti diketahui, market maker dikenal sebagai pihak yang menyediakan kuotasi untuk harga jual (sell) dan harga beli (bid) sebuah efek atau instrumen investasi. Pembentukan market maker dipercaya bisa menaikan rata-rata transaksi harian bursa, yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp 9,5 triliun.
Saham-saham kelas menengah yang ditransaksikan dengan sistem market maker ini jelas berbeda dengan saham- saham yang naik dengan volatilitas tinggi tanpa didasari fundamental yang kuat.
BEI menyakini saham-saham yang diduga sebagai saham dengan pergerakan tak wajar hanya berkontribusi sedikit terhadap nilai transaksi di bursa. Per akhir 2019, jumlah saham yang masuk ketegori tersebut hanya mencapai 41 perusahaan. Berdasarkan hasil indentifikasi BEI, 41 saham tersebut berkontribusi sekitar 8,3% terhadap rata-rata nilai transaksi harian bursa tahun lalu yang sebesar Rp 9,1 triliun.
Dengan demikian nilainya sekitar Rp 755,3 miliar. Lantaran masih dalam tahap indentifikasi, lanjut Laksono, pihaknya belum dapat menyebut detail nama-nama saham yang masuk kategori tersebut. BEI terus memantau berbagai potensi pergerakan saham yang tidak wajar ini dan berjanji melakukan tindakan sesuai peraturan.
Pergerakan saham-saham yang tidak menjadi sorotan ketika Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan perdagangan bursa 2 Januari 2020 lalu meminta OJK dan BEI membersihkan pasar modal dari para manipulator saham. Permintaan tersebut bukan tanpa dasar sebab kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya menyeret sejumlah nama di pasar modal, setelah berbagai proses penyelidikan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan, Kejaksaan Agung secara tegas menyatakan sebanyak 13 manajer investasi terkait dengan polemik yang melanda Jiwasraya.
Laksono berpendapat, kisruh Jiwasraya cenderung tidak menjadi sentiment negatif yang berpengaruh di pasar saham. Pihaknya mencermati, investor saham, utamanya investor asing cenderung fokus pada saham-saham yang tergabung di indeks-indeks acuan seperti IDX 80, LQ 45, dan IDX 30.
“Mereka (investor) lebih melihat dampak dari resiko global. Misalnya ketegangan antara Amerika dari Iran. Mereka fokus kepada ekonomi dalam negeri dan global secara keseluruhan,” ujar dia. (der)
Sumber : Investor Daily
"banyak" - Google Berita
January 14, 2020 at 11:01AM
https://ift.tt/2tj3Tc7
Banyak Saham Lapis Dua Berfundamental Bagus - Investor Daily
"banyak" - Google Berita
https://ift.tt/2ZTcKNv
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Banyak Saham Lapis Dua Berfundamental Bagus - Investor Daily"
Post a Comment