Walau Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menetapkan status tanggap darurat di Jakarta pada Jumat (20/03) sampai 2 April 2020 untuk menghambat penyebaran virus corona, masih ada pegawai-pegawai yang harus bekerja menggunakan moda transportasi publik dan tidak dapat menjaga jarak aman alias social distancing sesuai anjuran pemerintah.
Salah satu pegawai yang masih harus bekerja ke kantor adalah Amora Lunata Bethari, karyawan swasta sebuah bank di Jakarta pusat. Dia tidak bisa bekerja dari rumah atau working from home (WFH) mengingat bank tetap melayani nasabah.
Pada Senin (23/03) pagi, Amora menggunakan commuter line (KRL) dari rumahnya di Bogor ke kantornya di bilangan Menteng.
Ia memutuskan berangkat lebih awal lantaran jam operasional KRL sendiri berubah, dari yang biasanya beroperasi pukul 04.00-24.00 diganti menjadi pukul 06.00-20.00 WIB.
"Aku memutuskan jam 05.30 tiba di stasiun [KRL] Bogor karena kereta baru mulai jam 06.00, ternyata sudah banyak orang di stasiun Bogor. Aku naik kereta ke Angke pukul 05.52," kata Amora kepada wartawan BBC Indonesia, Resty Woro Yuniar.
"Kondisi kereta sudah penuh, full, sudah banyak yang berdiri. Di peron sudah banyak banget orang. Aku pikir, ketika pemeriksaan suhu tubuh di luar stasiun, stasiun tidak terlalu ramai. Tapi pas di peron orang sudah banyak banget di sana," tuturnya.
Padatnya stasiun membuat Amora tidak bisa menjaga jarak dengan penumpang lainnya.
"Aku tidak bisa jaga jarak. Ketika sudah sampai Depok, [kapasitas kereta] sudah penuh habis," kata karyawan sebuah bank tersebut. "Pasrah, boro-borosocial distancing."
Amora mengatakan bahwa meski ia takut tertular virus corona, ia tidak memiliki pilihan transportasi lain yang secepat KRL untuk menuju kantornya.
"Pertama tidak ada pilihan transportasi lain yang bisa cepat sampai Manggarai. Kedua saya sebenarnya takut tapi tidak ada pilihan lain. Kalau aku menunggu kereta di jam siang aku akan terlambat ke kantor, jadi aku paksain saja biar sampai tepat waktu," katanya.
Ketakutan Amora beralasan karena, sebagaimana dipaparkan Bupati Bogor, Ade Yasin, kepada media, seorang pasien positif terinfeksi virus corona di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berangkat kerja menggunakan transportasi umum seperti ojek online, KRL, MRT, dan bus TransJakarta.
Menanggapi keluhan masyarakat tentang ramainya KRL, VP Corporate Communications PT KCL Anne Purba mengatakan pihaknya telah menyediakan lebih dari 700 botol hand sanitizer untuk 88 rangkaian kereta dan 80 stasiun serta rutin membersihkan seluruh rangkaian kereta seusai beroperasi dengan menggunakan cairan pembersih yang mengandung disinfektan.
Adapun mengenai keluhan para penumpang mengenai rangkaian kereta dan stasiun yang padat, Anne Purba mengatakan KRL Commuter Line mulai kembali beroperasi normal sejak Senin (23/03) pukul 15.00.
"Kebijakan menormalkan kembali KRL diharapkan mendukung kebijakan pemerintah untuk menerapkan social distancing kemudian untuk mendukung mereka yang terpaksa harus keluar rumah karena mereka bekerja untuk logistik, bahan pangan, dan lainnya," kata Anne dalam wawancara dengan Kompas TV.
Menurutnya, jumlah penumpang KRL telah turun 60% pada Jumat (20/03), sehingga memungkinkan terjadinya social distancing.
Pada Minggu (22/03), jumlah penumpang KRL tercatat 200.000 orang, yang dibagi dalam 991 perjalanan, sehingga rata-rata jumlah penumpang dalam satu gerbong di KRl adalah sekitar 20-50 penumpang.
Dilema pelaku usaha di Jakarta
Bagaimanapun, sejumlah pegawai masih harus bekerja di DKI Jakarta karena jenis pekerjaannya tidak memungkinkan mereka bekerja dari rumah (WFH) sehingga sulit mematuhi kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
"Saya mendukung [penutupan kantor], tapi kalau yang seperti perbankan dan produksi itu kan harus jalan, jadi harus kembali lagi ke perusahaannya. Kalau layanan [perbankan] kan tidak bisa WFH," kata Amora.
Guna menghambat penyebaran virus corona, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meminta penghentian sementara aktivitas perkantoran dan penyelenggaraan kegiatan operasional industri pariwisata seperti bioskop, bar, dan restoran, yang jumlahnya mencapai 1.400 unit di Jakarta.
Jika melanggar, sanksi yang diberikan berupa surat peringatan sampai pencabutan izin jika sudah diperingatkan tiga kali.
Menurut Tutum Rahanta, anggota dewan penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), banyak pelaku usaha di Jakarta yang tengah menghadapi dilema, antara mengikuti imbauan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau mematuhi perjanjian dengan pusat perbelanjaan tempat mereka beroperasi, yaitu untuk mengikuti jam buka dan tutup pusat perbelanjaan seperti mal atau plaza.
"Pemerintah pusat tidak meminta lockdown, tapi Pemda mengimbau dengan surat seruan tanggal 20 Maret kemarin untuk meminta masyarakat tidak berkumpul dan menjauhi pusat keramaian, salah satunya pusat belanja. Sedangkan kami adalah penyewa di pusat belanja yang saat ini tidak didatangi pengunjung," kata Tutum.
"Ini sangat dilematis. Kami punya kepatuhan untuk ikuti jam buka tutup toko, kalau tidak ada keputusan resmi kami tidak bisa tutup sepihak untuk menjaga keutuhan suatu pusat belanja."
Tutum berharap bahwa pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan untuk jenis-jenis toko tertentu, seperti supermarket, minimarket, dan hipermarket, serta restoran dan toko makanan, untuk tetap buka lantaran toko-toko tersebut menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat.
"Sampai saat ini mal dan plaza belum ada yg tutup. Untuk [toko yang menjual] food masih melayani masyarakat, karena permintaan masih tinggi sampai detik ini, di luar itu tidak didatangi konsumen, ini yang membuat menderita bagi teman-teman yang menjual non food. Kita lagi negosiasi ini dengan pusat belanja dan Pemda bagaimana dengan sektor non food ini agar diizinkan untuk tutup supaya clear hukumnya, [untuk menjaga hubungan] kami dengan pusat belanja," kata Tutum.
Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia terdiri dari 250 perusahaan yang memiliki jumlah outlet sekitar 50.000 di pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia.
Tutum mengatakan, anggota yang telah menutup gerainya saat ini masih belum mencapai satu persen. Untuk menolong keberlangsungan usaha anggotanya, Tutum meminta pemerintah untuk memberikan insentif perpajakan di tengah kesulitan ekonomi yang muncul akibat pandemik virus corona ini.
"Insentif perpajakan tolong diringankan agar meringankan beban pelaku usaha, untuk memperpanjang nafas kami," kata Tutum. "Kalau ini [buka toko tanpa konsumen] tetap kami lakukan, perusahaan akan bangkrut, tutup dan pecat karyawan. Kalau diberi insentif kita bisa bernafas panjang, jika tidak, 2-3 bulan kita bisa tutup, 40 sampai 50 persen perusahaan di pusat belanja akan bertumbangan dan susah bangkit lagi."
Ketua Tim Tanggap Covid-19 Pemprov DKI Jakarta, Catur Laswanto, memaparkan bahwa beberapa elemen masyarakat di Jakarta masih belum menuruti imbauan pemerintah.
Berdasarkan rilis dari Pemprov DKI Jakarta, tim Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta pada hari Senin (23/03) menutup beberapa tempat hiburan yang masih buka seperti, Djakarta Teather Sarinah, Tempat Hiburan Malioboro di Jakarta Pusat, Emporium, Bioskop Metropole, Grand Paragon Bioskop dan Karaoke di Jakarta Barat dan sebuah kafe/bar di kawasan Blok M Melawai di Jakarta Selatan.
DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah pasien positif terjangkit virus corona terbanyak di Indonesia. Sebagaimana tertera pada laman resmi Pemprov DKI Jakarta, hingga Selasa (24/03), terdapat 356 orang positif Covid-19 dan 31 pasien meninggal dunia di Jakarta.
Secara keseluruhan, Indonesia mencatatkan 579 kasus positif Covid-19, 49 orang meninggal dunia, dan 30 orang pulih.
"banyak" - Google Berita
March 24, 2020 at 07:38AM
https://ift.tt/2vIG3aP
Virus corona: Jakarta tanggap darurat, banyak pegawai masih ke kantor menggunakan transportasi publik - BBC News Indonesia
"banyak" - Google Berita
https://ift.tt/2ZTcKNv
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Virus corona: Jakarta tanggap darurat, banyak pegawai masih ke kantor menggunakan transportasi publik - BBC News Indonesia"
Post a Comment